Kalender Jawa Juni 2025: Panduan Lengkap, Tradisi, dan Makna Budaya

  • Whatsapp

Kalender Jawa bukan hanya sekadar sistem penanggalan, melainkan sebuah warisan budaya yang sarat akan nilai filosofis dan historis. Ia menjadi cerminan kekayaan budaya Nusantara yang penting untuk terus dijaga dan dilestarikan. Di tengah dominasi kalender Masehi, Kalender Jawa tetap mempertahankan relevansinya, khususnya bagi masyarakat Jawa. Penggunaannya tidak hanya terbatas pada penentuan waktu, tetapi juga sebagai sarana untuk memelihara hubungan dengan akar budaya dan menjalankan tradisi leluhur. Pemahaman waktu melalui Kalender Jawa merupakan bagian integral dari identitas budaya Jawa, menunjukkan bagaimana sebuah peradaban memaknai dan berinteraksi dengan siklus alam serta dimensi spiritual. Kemampuannya untuk tetap signifikan di era modern ini juga menjadi bukti daya adaptasi dan ketahanan budaya Jawa dalam menghadapi arus perubahan zaman.

Artikel ini akan mengupas secara tuntas Kalender Jawa untuk periode bulan Juni 2025. Bulan ini memiliki keistimewaan tersendiri karena mencakup transisi penting dalam tahun Jawa, yakni pergantian dari akhir tahun Jawa 1958 Za’ ke awal tahun Jawa 1959 Dal, serta diwarnai oleh perayaan hari-hari besar nasional dan keagamaan.

Anatomi Kalender Jawa: Memahami Komponen Penyusunnya

Kalender Jawa merupakan sebuah sistem penanggalan yang kompleks dan unik, hasil dari perpaduan berbagai tradisi perhitungan waktu. Sistem ini diciptakan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram (1613-1645 M), yang memadukan unsur-unsur kalender Saka (Hindu), kalender Hijriah (Islam), dan sedikit pengaruh dari kalender Julian (Barat). Langkah Sultan Agung ini dapat dilihat sebagai sebuah kebijakan budaya strategis untuk menyatukan masyarakatnya yang memiliki latar belakang beragam, sekaligus menegaskan identitas Mataram Islam yang baru terbentuk, sebuah upaya rekonsiliasi antara gelombang kebudayaan Islam dengan peradaban pra-Islam yang telah mapan.

Untuk memahami Kalender Jawa Juni 2025, penting untuk mengenal komponen-komponen utamanya:

  • Siklus Hari:
    • Saptawara: Ini adalah siklus tujuh hari dalam seminggu, serupa dengan kalender Masehi. Nama-nama harinya adalah Ngahad/Minggu (Radite), Senen (Soma), Selasa (Anggara), Rebo (Buda), Kemis (Respati), Jemuwah/Jumat (Sukra), dan Setu (Tumpak). Setiap hari dalam Saptawara memiliki makna simbolis yang sering dikaitkan dengan pergerakan bulan atau fenomena alam. Sebagai contoh, Radite (Minggu) melambangkan meneng (diam), sementara Soma (Senin) melambangkan maju.
    • Pancawara: Dikenal juga sebagai pasaran, ini adalah siklus lima hari yang terdiri dari Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Dahulu, siklus pasaran ini digunakan oleh para pedagang untuk menentukan hari buka pasar. Setiap hari pasaran juga memiliki makna simbolisnya sendiri, misalnya Kliwon (Kasih) melambangkan jumeneng (berdiri), dan Legi (Manis) melambangkan mungkur (berbalik arah ke belakang).
  • Weton: Ini adalah kombinasi unik antara satu hari dari siklus Saptawara dan satu hari dari siklus Pancawara, yang menghasilkan siklus 35 hari. Weton memegang peranan sangat penting dalam budaya Jawa, karena sering digunakan sebagai dasar untuk menentukan karakter dan watak seseorang, meramal nasib, memilih hari baik atau buruk untuk berbagai keperluan (seperti pernikahan, memulai usaha, atau pindah rumah), hingga menghitung kecocokan jodoh. Konsep weton ini mencerminkan pandangan holistik masyarakat Jawa, di mana individu dipandang tidak terlepas dari siklus kosmik yang lebih besar. Kelahiran pada weton tertentu diyakini membawa “muatan” energi atau pengaruh tertentu yang akan membentuk jalan hidup seseorang.
  • Neptu: Setiap hari dalam Saptawara dan setiap hari pasaran dalam Pancawara memiliki nilai numerik yang disebut neptu. Jumlah dari neptu hari dan neptu pasaran pada suatu weton digunakan dalam berbagai perhitungan dalam Primbon Jawa, seperti untuk meramal kecocokan jodoh atau menentukan hari baik untuk melaksanakan suatu kegiatan.
    Tabel Nilai Neptu Hari (Dina) dan Pasaran
    Hari (Dina) Nilai Neptu Pasaran Nilai Neptu
    Ngahad/Minggu 5 Legi 5
    Senen 4 Pahing 9
    Selasa 3 Pon 7
    Rebo 7 Wage 4
    Kemis 8 Kliwon 8
    Jemuwah/Jumat 6
    Setu 9
  • Sasi (Bulan): Kalender Jawa memiliki dua belas bulan dalam satu tahunnya. Nama-nama bulan ini merupakan adaptasi dari nama-nama bulan dalam kalender Hijriah, namun dengan penyesuaian pelafalan dan terkadang perbedaan dalam jumlah hari. Urutan bulan Jawa adalah: Sura, Sapar, Mulud (Rabingulawal), Bakda Mulud (Rabingulakir), Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah (Arwah/Saban), Pasa (Puwasa/Ramelan), Sawal, Sela (Dulkangidah/Apit), dan Besar (Dulkahijjah). Penamaan bulan Jawa yang mengadopsi nama bulan Hijriah namun dengan penyesuaian pelafalan dan bahkan penambahan makna lokal adalah contoh nyata bagaimana Islam diakulturasi ke dalam budaya Jawa. Ini bukan sekadar peniruan, melainkan sebuah proses kreatif penerjemahan budaya yang menghasilkan lapisan makna baru.
  • Taun (Tahun): Sistem tahun dalam Kalender Jawa menggunakan siklus delapan tahun yang disebut Windu. Setiap tahun dalam satu windu memiliki nama sendiri, yaitu: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Setiap tahun juga memiliki karakteristik jumlah hari yang berbeda, ada tahun panjang (Taun Wuntu berjumlah 355 hari) dan tahun pendek (Taun Wastu berjumlah 354 hari). Selain itu, terdapat siklus Khurup yang berlangsung setiap 120 tahun sekali. Pada periode ini, tahun Jawa diberi tambahan satu hari untuk menyesuaikan perbedaan kumulatif dengan perhitungan tahun Hijriah. Bulan Juni 2025 akan melibatkan transisi dari Tahun 1958 Za’ ke Tahun 1959 Dal.
  • Wuku: Ini adalah siklus 30 mingguan, di mana setiap wuku berlangsung selama tujuh hari. Dengan demikian, satu siklus wuku penuh (disebut juga Dapur Wuku atau Pawukon) berdurasi 210 hari. Setiap wuku memiliki nama yang unik, serta dikaitkan dengan dewa pelindung, simbol-simbol alam (seperti pohon dan burung), dan karakteristik tertentu. Kepercayaan Jawa meyakini bahwa wuku kelahiran seseorang dapat memengaruhi watak dan nasibnya, serta menentukan baik atau buruknya suatu hari untuk melakukan kegiatan tertentu. Daftar ke-30 nama wuku adalah: Sinta, Landep, Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Warigagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mandhasiya, Julungpujud, Pahang, Kuruwelut, Marakeh, Tambir, Madangkungan, Maktal, Wuye, Manahil, Prangbakat, Bala, Wugu, Wayang, Kulawu, Dukut, dan Watugunung.

Kalender Jawa Lengkap Bulan Juni 2025

Bulan Juni 2025 dalam sistem penanggalan Jawa menjadi periode yang signifikan karena mencakup akhir dari bulan Besar Tahun Jawa 1958, yang merupakan tahun Za’, dan menandai dimulainya bulan Suro, bulan pertama dalam Tahun Jawa 1959, yang merupakan tahun Dal. Pergantian ini bukan sekadar perubahan angka, tetapi merefleksikan pandangan dunia siklikal dalam budaya Jawa, di mana sebuah akhir selalu menjadi awal bagi sesuatu yang baru, membawa serta harapan dan kesempatan untuk introspeksi, terutama terkait dengan makna mendalam bulan Suro.

Berikut adalah tabel Kalender Jawa lengkap untuk bulan Juni 2025, yang disandingkan dengan penanggalan Masehi dan Hijriah, serta mencakup informasi pasaran, weton, wuku, dan hari-hari penting:

Tanggal Masehi Hari Masehi Tanggal Jawa Pasaran Weton Wuku Bulan Jawa (Sasi) Tahun Jawa Tanggal Hijriah Keterangan
1 Juni 2025 Minggu 4 Wage Minggu Wage Kuruwelut Besar 1958 Za’ 5 Dzulhijjah 1446 H Hari Lahir Pancasila
2 Juni 2025 Senin 5 Kliwon Senin Kliwon Kuruwelut Besar 1958 Za’ 6 Dzulhijjah 1446 H
3 Juni 2025 Selasa 6 Legi Selasa Legi Kuruwelut Besar 1958 Za’ 7 Dzulhijjah 1446 H Tali Wangke
4 Juni 2025 Rabu 7 Pahing Rabu Pahing Kuruwelut Besar 1958 Za’ 8 Dzulhijjah 1446 H
5 Juni 2025 Kamis 8 Pon Kamis Pon Kuruwelut Besar 1958 Za’ 9 Dzulhijjah 1446 H Wukuf di Arafah (Idul Adha)
6 Juni 2025 Jumat 9 Wage Jumat Wage Kuruwelut Besar 1958 Za’ 10 Dzulhijjah 1446H Hari Raya Idul Adha 1446 H
7 Juni 2025 Sabtu 10 Kliwon Sabtu Kliwon Kuruwelut Besar 1958 Za’ 11 Dzulhijjah 1446H Hari Tasyrik
8 Juni 2025 Minggu 11 Legi Minggu Legi Marakeh Besar 1958 Za’ 12 Dzulhijjah 1446H Hari Tasyrik
9 Juni 2025 Senin 12 Pahing Senin Pahing Marakeh Besar 1958 Za’ 13 Dzulhijjah 1446H Cuti Bersama Idul Adha / Hari Tasyrik
10 Juni 2025 Selasa 13 Pon Selasa Pon Marakeh Besar 1958 Za’ 14 Dzulhijjah 1446H
11 Juni 2025 Rabu 14 Wage Rabu Wage Marakeh Besar 1958 Za’ 15 Dzulhijjah 1446H
12 Juni 2025 Kamis 15 Kliwon Kamis Kliwon Marakeh Besar 1958 Za’ 16 Dzulhijjah 1446H
13 Juni 2025 Jumat 16 Legi Jumat Legi Marakeh Besar 1958 Za’ 17 Dzulhijjah 1446H
14 Juni 2025 Sabtu 17 Pahing Sabtu Pahing Marakeh Besar 1958 Za’ 18 Dzulhijjah 1446H
15 Juni 2025 Minggu 18 Pon Minggu Pon Tambir Besar 1958 Za’ 19 Dzulhijjah 1446H
16 Juni 2025 Senin 19 Wage Senin Wage Tambir Besar 1958 Za’ 20 Dzulhijjah 1446H
17 Juni 2025 Selasa 20 Kliwon Selasa Kliwon Tambir Besar 1958 Za’ 21 Dzulhijjah 1446H
18 Juni 2025 Rabu 21 Legi Rabu Legi Tambir Besar 1958 Za’ 22 Dzulhijjah 1446H
19 Juni 2025 Kamis 22 Pahing Kamis Pahing Tambir Besar 1958 Za’ 23 Dzulhijjah 1446H
20 Juni 2025 Jumat 23 Pon Jumat Pon Tambir Besar 1958 Za’ 24 Dzulhijjah 1446H
21 Juni 2025 Sabtu 24 Wage Sabtu Wage Tambir Besar 1958 Za’ 25 Dzulhijjah 1446H
22 Juni 2025 Minggu 25 Kliwon Minggu Kliwon Madangkungan Besar 1958 Za’ 26 Dzulhijjah 1446H
23 Juni 2025 Senin 26 Legi Senin Legi Madangkungan Besar 1958 Za’ 27 Dzulhijjah 1446H
24 Juni 2025 Selasa 27 Pahing Selasa Pahing Madangkungan Besar 1958 Za’ 28 Dzulhijjah 1446H
25 Juni 2025 Rabu 28 Pon Rabu Pon Madangkungan Besar 1958 Za’ 29 Dzulhijjah 1446H
26 Juni 2025 Kamis 29 Wage Kamis Wage Madangkungan Besar 1958 Za’ 30 Dzulhijjah 1446H Akhir Tahun 1958 Za’
27 Juni 2025 Jumat 1 Kliwon Jumat Kliwon Madangkungan Suro 1959 Dal 1 Muharram 1447 H Tahun Baru Islam 1447 H / 1 Suro 1959 Dal
28 Juni 2025 Sabtu 2 Legi Sabtu Legi Madangkungan Suro 1959 Dal 2 Muharram 1447 H
29 Juni 2025 Minggu 3 Pahing Minggu Pahing Maktal Suro 1959 Dal 3 Muharram 1447 H
30 Juni 2025 Senin 4 Pon Senin Pon Maktal Suro 1959 Dal 4 Muharram 1447 H

Penting untuk dicatat bahwa pergantian hari dalam Kalender Jawa terjadi saat matahari terbenam (surup), sekitar pukul 17.00–18.00 WIB, berbeda dengan kalender Masehi yang berganti pada tengah malam atau kalender Hijriah yang pergantian harinya ditentukan melalui hilal dan rukyat.

Mengupas Wuku di Bulan Juni 2025

Sistem wuku dalam penanggalan Jawa merupakan siklus 210 hari yang dibagi menjadi 30 periode tujuh harian, masing-masing dengan nama, dewa pelindung, simbol alam, dan karakteristik khas. Pengetahuan tentang wuku ini menjadi salah satu pilar dalam Primbon Jawa, digunakan untuk memahami watak seseorang berdasarkan kelahirannya, menentukan hari baik untuk berbagai kegiatan, hingga meramalkan potensi dan tantangan dalam hidup. Personifikasi unit-unit waktu melalui sistem wuku ini—dengan adanya dewa, simbol, dan watak—menunjukkan bahwa waktu dalam pandangan Jawa bukanlah entitas abstrak, melainkan memiliki “kepribadian” yang hidup dan berpengaruh terhadap alam semesta dan kehidupan manusia. Ini mencerminkan cara pandang spiritual yang mendalam dalam budaya Jawa. Pengetahuan ini berfungsi sebagai panduan navigasi, membantu individu menyelaraskan tindakannya dengan ritme alam dan spiritual yang diyakini berlaku, guna memaksimalkan hasil positif dan meminimalkan potensi risiko.

Berikut adalah wuku-wuku yang berlangsung selama bulan Juni 2025 beserta karakteristik umumnya:

  • Wuku Kuruwelut (1 – 7 Juni 2025):
    • Karakteristik umum yang dikaitkan dengan wuku ini adalah sifat setia dan bertanggung jawab. Individu yang lahir dalam wuku ini cenderung dapat diandalkan dan memegang teguh komitmen.
    • Meskipun tradisi spesifik untuk setiap hari dalam wuku Kuruwelut tidak dirinci secara mendalam dalam sumber yang tersedia, secara umum wuku ini, seperti wuku lainnya, akan dipertimbangkan dalam penentuan hari baik atau buruk untuk kegiatan tertentu.
  • Wuku Marakeh (8 – 14 Juni 2025):
    • Karakteristik yang menonjol adalah pemberani dan tegas. Dewa pelindungnya adalah Bathara Surenggana, dengan watak yang cenderung menerima takdir. Simbol pohonnya adalah Trengguli, yang mencerminkan pribadi yang kurang menyukai keramaian kota dan memiliki pola pikir yang agak berbeda. Lambang lainnya adalah umbul-umbul terbalik, menandakan keberuntungan yang mungkin agak dekat. Digambarkan pula seperti bunga setaman yang dirahasiakan, cenderung agak pelit namun memiliki tutur kata yang manis. Namun, jika diberi masukan yang baik, terkadang malah bisa menyesatkan. Bahaya yang dikaitkan dengan wuku ini adalah tenggelam di air, dan kala (arah pantangan) berada di Barat Laut.
    • Menurut kepercayaan, hari Sabtu Pahing dalam wuku Marakeh dianggap baik untuk bepergian, di mana perjalanan akan selamat.
  • Wuku Tambir (15 – 21 Juni 2025):
    • Individu dalam wuku ini dikenal kreatif dan inovatif. Dewa pelindungnya adalah Bathara Siwah. Wataknya menunjukkan adanya perbedaan antara lahir dan batin, memiliki keinginan kuat untuk memiliki sesuatu, kurang bersahaja, dan cenderung harus mendapatkan apa yang diinginkan. Simbol gedhong (rumah) berada di tengah, menandakan sifat sombong dan sering berpikir “siapa yang sekaya saya?”. Ia suka dipuji namun hatinya belum tentu baik. Pohonnya adalah Upas, yang bersifat panas dan tidak dapat digunakan untuk berteduh. Burungnya adalah Prenjak, yang meskipun kecil merasa besar, sombong, namun gesit dan peka terhadap pertanda atau wangsit. Digambarkan bagaikan gajah lepas dari kandang, memiliki wibawa besar dan menakutkan, namun tidak berlebihan. Lambangnya seperti badan yang letih, menunjukkan kekenduran dalam pekerjaan. Bahaya yang perlu diwaspadai adalah terkena perangkap. Kala berada di Barat Daya.
    • Dalam beberapa tradisi, wuku Tambir termasuk salah satu wuku yang dihindari untuk melangsungkan pernikahan. Hari Rabu Legi dalam wuku Tambir disarankan untuk tidak melakukan perjalanan jauh karena berpotensi mudah sakit.
  • Wuku Madangkungan (Madéngkungan) (22 – 28 Juni 2025):
    • Karakteristik utama dari wuku ini adalah pandai bergaul. Orang yang lahir atau melakukan kegiatan penting pada wuku ini cenderung mudah diterima dalam lingkungan sosial.
    • Informasi mengenai tradisi spesifik yang terkait dengan wuku Madangkungan tidak banyak ditemukan, namun ia tercatat sebagai salah satu wuku dalam siklus penanggalan Jawa.
  • Wuku Maktal (29 – 30 Juni 2025, berlanjut hingga Juli):
    • Orang dengan wuku Maktal umumnya bersifat ambisius dan pekerja keras. Mereka juga diyakini berpotensi memiliki banyak keturunan. Lambang wuku ini diibaratkan seperti sinar yang berjalan dan memancarkan cahaya, menandakan bahwa mereka dikaruniai pengetahuan tentang seluk-beluk kenegaraan dan mudah membuat orang lain tertarik dengan apa yang mereka lakukan atau katakan.
    • Seperti wuku lainnya, wuku Maktal juga menjadi bagian dari perhitungan siklus Pawukon.

Hari-Hari Istimewa dan Peristiwa Penting di Juni 2025

Bulan Juni 2025 diwarnai oleh beberapa hari libur nasional dan peristiwa penting, baik dalam kalender Masehi, Hijriah, maupun Jawa. Penempatan hari-hari libur nasional ini ke dalam kerangka Kalender Jawa menunjukkan bagaimana masyarakat modern Indonesia menavigasi berbagai sistem waktu secara simultan. Bagi banyak masyarakat Jawa, makna dari hari-hari ini seringkali diperkaya oleh perspektif dan tradisi yang terkandung dalam Kalender Jawa itu sendiri.

  • 1 Juni 2025 (Minggu Wage, Wuku Kuruwelut): Hari Lahir Pancasila. Sebagai hari libur nasional, peringatan Hari Lahir Pancasila jatuh pada tanggal 4 Besar 1958 Za’ dalam kalender Jawa.
  • 6 Juni 2025 (Jumat Wage, Wuku Kuruwelut): Hari Raya Idul Adha 1446 H. Hari besar umat Islam ini merupakan libur nasional dan jatuh pada tanggal 9 Besar 1958 Za’. Perayaan Idul Adha memiliki makna mendalam baik secara religius maupun dalam konteks budaya Jawa, yang sering diwujudkan dalam berbagai tradisi komunal.
  • 9 Juni 2025 (Senin Pahing, Wuku Marakeh): Cuti Bersama Idul Adha 1446 H. Tanggal ini ditetapkan sebagai cuti bersama nasional, jatuh pada 12 Besar 1958 Za’.
  • 27 Juni 2025 (Jumat Kliwon, Wuku Madangkungan): Tahun Baru Islam 1447 H / 1 Suro 1959 Dal. Momen ini sangat penting karena menandai pergantian tahun dalam kalender Hijriah sekaligus kalender Jawa. Tanggal 1 Suro adalah Tahun Baru Jawa dan merupakan hari libur nasional. Hari ini memiliki signifikansi spiritual yang tinggi bagi masyarakat Jawa.

Berdasarkan hari libur dan cuti bersama tersebut, terdapat potensi untuk menikmati libur panjang (long weekend):

  • Libur Idul Adha: Jumat, 6 Juni hingga Senin, 9 Juni 2025.
  • Libur Tahun Baru Islam: Jumat, 27 Juni hingga Minggu, 29 Juni 2025.

Beberapa sumber juga memberikan rekomendasi untuk mengambil cuti tambahan pada tanggal 5 dan 10 Juni (sekitar Idul Adha) serta 26 Juni (menjelang Tahun Baru Islam) untuk memaksimalkan periode liburan.

Panduan Primbon Jawa untuk Juni 2025 (Tinjauan Umum)

Primbon Jawa merupakan khazanah pengetahuan tradisional yang menggunakan perhitungan neptu weton dan wuku untuk menafsirkan berbagai aspek kehidupan, termasuk menentukan hari baik (dina becik) dan hari buruk (dina ala). Perhitungan ini sering dijadikan panduan untuk merencanakan kegiatan penting seperti pernikahan, memulai usaha, pindah rumah, bercocok tanam, dan lain sebagainya. Sistem Primbon ini dapat dipandang sebagai kearifan lokal untuk manajemen risiko dan identifikasi peluang. Dengan “mengetahui” potensi baik atau buruk suatu hari, individu diharapkan dapat mengambil keputusan yang lebih selaras dengan ritme alam dan spiritual, sehingga meningkatkan kemungkinan keberhasilan dan menghindari potensi masalah.

  • Interpretasi Bulan Besar dan Awal Suro:
    • Bulan Besar (yang sebagian besar mengisi Juni 2025 hingga tanggal 26) umumnya dianggap sebagai bulan yang baik untuk menyelenggarakan hajatan, terutama pernikahan. Hal ini karena Besar adalah bulan Dzulhijjah dalam kalender Hijriah, yang identik dengan pelaksanaan ibadah Haji dan perayaan Idul Adha, momen-momen yang penuh berkah.
    • Bulan Suro (dimulai pada 27 Juni 2025) memiliki reputasi yang lebih kompleks. Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, Suro (Muharram) dianggap sebagai bulan yang sakral, keramat, dan penuh nuansa keprihatinan. Oleh karena itu, banyak yang memilih untuk menghindari pelaksanaan hajatan besar seperti pernikahan di bulan ini, dan lebih memfokuskan diri pada kegiatan introspeksi, doa, dan ritual spiritual lainnya. Dualitas makna bulan Suro ini—sakral dan penuh potensi spiritual di satu sisi, namun juga dianggap “angker” atau rawan bagi sebagian orang di sisi lain—kemungkinan mencerminkan perpaduan antara kepercayaan Jawa kuno dengan ajaran Islam mengenai kesucian bulan Muharram. Ini bukanlah sebuah kontradiksi, melainkan cerminan kompleksitas makna yang menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa mengelola berbagai lapisan kepercayaan secara harmonis.
  • Weton Beruntung di Juni 2025:Menurut beberapa sumber Primbon, bulan Juni 2025 (yang didominasi bulan Besar) diprediksi membawa keberuntungan bagi beberapa weton. Salah satu sumber menyebutkan adanya 14 weton yang diramalkan akan berlimpah rezeki, di antaranya adalah Senin Kliwon (dengan neptu 12). Pemilik weton Senin Kliwon dikenal sebagai pribadi yang tekun dan memiliki tekad kuat. Mereka berada di bawah naungan “lakuning angin”, yang menandakan karakter fleksibel namun tetap tegas. Pada Juni 2025, energi positif dari neptu Senin (4) dan Kliwon (8) diyakini akan membawa kelancaran dalam hal finansial dan pekerjaan, bahkan mungkin mendapatkan rezeki tak terduga melalui hubungan atau bantuan orang lain.Untuk periode awal bulan Suro (akhir Juni), beberapa weton juga disebut-sebut memiliki potensi keberuntungan atau mendapatkan berkah, seperti Senin Wage, Senin Pahing, Selasa Legi, Jumat Pon, Sabtu Wage, Sabtu Pahing, Senin Pon, Minggu Pahing, Jumat Kliwon, Selasa Pon, Rabu Legi, dan Kamis Wage.

    Penting untuk selalu diingat bahwa ramalan weton ini bersifat panduan dan interpretatif, bukan sebuah kepastian mutlak. Keberuntungan dan kesuksesan seseorang pada akhirnya juga sangat dipengaruhi oleh usaha, doa, dan ketetapan Ilahi.

  • Hari Baik dan Buruk Secara Umum:Penentuan hari baik dan buruk secara spesifik untuk setiap tanggal di bulan Juni 2025 sangatlah kompleks dan seringkali bersifat individual, tergantung pada weton kelahiran orang yang bersangkutan dan tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Biasanya, untuk hal ini diperlukan konsultasi dengan ahli Primbon atau mereka yang memahami seluk-beluk perhitungan Jawa.Salah satu konsep yang dikenal adalah Tali Wangke, yaitu hari-hari tertentu dalam setiap bulan yang dianggap kurang baik atau terlarang untuk kegiatan penting.
    • Untuk bulan Besar, hari Tali Wangke-nya adalah Selasa Legi. Pada bulan Juni 2025, Selasa Legi jatuh pada tanggal 3 Juni.
    • Untuk bulan Suro, hari Tali Wangke-nya adalah Rabu Pahing. Pada sisa hari bulan Juni 2025 setelah tanggal 27 (awal Suro), tidak terdapat hari Rabu Pahing.

Tradisi Jawa Menyambut Bulan Besar dan Suro

Berbagai tradisi yang dilaksanakan pada bulan Besar dan Suro merupakan ekspresi dari kosmologi Jawa yang memandang adanya keterhubungan erat antara manusia, alam, leluhur, dan Tuhan Yang Maha Esa. Ritual-ritual ini bertujuan untuk menjaga harmoni dalam keseluruhan hubungan tersebut. Banyak dari tradisi ini juga bersifat komunal, yang berfungsi memperkuat ikatan sosial, solidaritas, dan rasa kebersamaan dalam masyarakat, menunjukkan bahwa Kalender Jawa tidak hanya mengatur waktu individu tetapi juga ritme kehidupan bersama.

  • Tradisi Bulan Besar (Dzulhijjah):Bulan Besar identik dengan perayaan Idul Adha. Tradisi utama adalah penyembelihan hewan kurban yang seringkali dilakukan secara komunal, mencerminkan semangat berbagi dan kepedulian sosial.
    • Grebeg Besar: Di lingkungan keraton seperti Yogyakarta dan Surakarta, perayaan Idul Adha seringkali dimeriahkan dengan upacara Grebeg Besar. Tradisi ini melibatkan prosesi mengarak gunungan yang terbuat dari hasil bumi dan makanan dari keraton menuju masjid agung untuk didoakan dan kemudian dibagikan atau “diperebutkan” oleh masyarakat yang meyakininya membawa berkah. Ini adalah wujud syukur atas karunia Tuhan.
    • Kenduri Besaran: Di berbagai komunitas masyarakat Jawa, bulan Besar juga diisi dengan tradisi kenduri atau selamatan. Warga berkumpul untuk berdoa bersama memohon perlindungan dan keselamatan, yang biasanya diakhiri dengan makan bersama hidangan yang dibawa masing-masing. Tradisi ini memperkuat ikatan sosial dan spiritual.
    • Tradisi lain yang terkait dengan periode Idul Adha antara lain Apitan di Semarang, yang merupakan ungkapan syukur atas hasil bumi, dan Manten Sapi di Pasuruan, sebuah tradisi unik merias hewan kurban layaknya pengantin sebagai bentuk penghormatan sebelum disembelih.
  • Tradisi Menyambut 1 Suro (Tahun Baru Jawa):Malam 1 Suro memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat Jawa. Ia dianggap sebagai malam yang sakral, penuh dengan energi spiritual, di mana batas antara dunia nyata dan dunia gaib diyakini menipis. Ini adalah momen penting untuk melakukan introspeksi diri (eling lan waspada – ingat dan waspada), mendekatkan diri kepada Tuhan, dan melakukan penyucian diri baik lahir maupun batin.
    • Ritual dan Tradisi Umum Malam 1 Suro:
      • Jamasan Pusaka (Siraman Pusaka): Ritual pembersihan benda-benda pusaka, baik milik keraton (seperti di Yogyakarta dan Surakarta) maupun pusaka pribadi. Tindakan ini bukan hanya bertujuan merawat fisik pusaka, tetapi juga sebagai simbol pembersihan diri secara spiritual dan penghormatan kepada para leluhur.
      • Kirab Kebo Bule: Di Surakarta, tradisi ini melibatkan arak-arakan kerbau bule milik keraton yang diberi nama Kyai Slamet. Kerbau ini dianggap keramat dan partisipasi dalam kirab diyakini membawa berkah.
      • Tapa Bisu Mubeng Beteng: Khususnya di Yogyakarta, sebagian masyarakat melakukan ritual berjalan kaki mengelilingi benteng keraton tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ini adalah bentuk laku prihatin dan perenungan mendalam.
      • Suroan: Kegiatan berkumpul bersama di masjid, langgar, atau tempat-tempat tertentu untuk berdoa, melakukan mujahadah (perjuangan spiritual), mengadakan kenduri (selamatan), atau bahkan tidak tidur semalaman (lek-lekan) sebagai bentuk laku prihatin dan penyambutan tahun baru dengan kesucian batin.
    • Larangan dan Anjuran di Bulan Suro:
      • Larangan: Sebagian masyarakat Jawa meyakini adanya beberapa pantangan selama bulan Suro, terutama pada malam 1 Suro. Ini termasuk larangan untuk tidak keluar rumah tanpa keperluan mendesak (khususnya bagi mereka yang memiliki weton “tulang wangi” yang dianggap lebih sensitif terhadap energi gaib ), tidak menggelar pesta pernikahan atau hajatan besar lainnya, tidak pindah rumah, tidak memulai proyek besar, dan tidak membakar sampah di pekarangan rumah.
      • Anjuran: Bulan Suro dianjurkan untuk diisi dengan kegiatan yang bersifat spiritual dan reflektif, seperti memperbanyak doa dan ibadah, melakukan introspeksi diri, bersedekah, menjaga ucapan dan perilaku (tapa mbisu), serta secara umum lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Penutup: Kalender Jawa, Jati Diri, dan Kearifan Lokal yang Terus Hidup

Kalender Jawa, dengan segala kompleksitas dan kekayaan maknanya, adalah jauh lebih dari sekadar sebuah sistem penanggalan. Ia adalah penjaga jati diri, repositori kearifan lokal, dan penanda kontinuitas budaya bagi masyarakat Jawa. Sistem ini, yang mencakup perhitungan hari, pasaran, weton, neptu, wuku, sasi, dan taun, beserta tradisi-tradisi yang melingkupinya, sejatinya menceritakan sebuah narasi peradaban—bagaimana orang Jawa dari generasi ke generasi memahami waktu, alam semesta, spiritualitas, dan posisi unik mereka di dalamnya.

Meskipun zaman terus berubah dan modernisasi membawa berbagai sistem baru, esensi dan nilai-nilai yang terkandung dalam Kalender Jawa terbukti tetap mampu beradaptasi dan memberikan panduan yang relevan bagi kehidupan masyarakat. Kemampuannya untuk terus hidup dan digunakan hingga kini menunjukkan fleksibilitas dan kedalaman filosofis yang dimilikinya.

Oleh karena itu, menjadi sebuah panggilan bagi kita semua untuk terus mempelajari, menghargai, dan turut serta dalam upaya melestarikan warisan budaya Kalender Jawa. Sebagai bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Indonesia, pemahaman dan apresiasi terhadap Kalender Jawa tidak hanya memperkaya wawasan kita tentang masa lalu, tetapi juga memberikan perspektif berharga dalam menapaki masa kini dan merancang masa depan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *